A. Pengertian Fiqih Muamalah
Fiqih Muamalah terdiri atas dua kata, yaitu fiqih dan muamalah.
Berikut penjelasan dari Fiqih, Muamalah, dan Fiqih Muamalah.[1]
1.
Fiqih
Menurut etimologi, fiqih adalah الفهم (paham), seperti
pernyataan : فقهت الدرس (saya paham pelajaran
itu). Arti ini sesuai dengan arti fiqih dalam salah satu hadis riwayat Imam
Bukhari berikut:
من يرد ا لله به خيرا يفقهه في الد
ين
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di
sisiNya, niscaya diberikan kepadaNya pemahaman (yang mendalam) dalam
pengetahuan agama.”
Menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan
keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak,
maupun ibadah sama dengan arti syari’ah islamiyah. Namun, pada
perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari syariah
Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan
dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci.
Menurut Imam Haramain, fiqih merupakan pengetahuan hukum syara’
dengan jalan ijtihad. Demikian pula menurut Al-Amidi, pengetahuan hukum dalam
fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar dan istidhah).
Pengetahuan yang tidak melalui jalur ijtihad (kajian), tetapi
bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu wajib, zina haram, dan
masalah-masalah qath’i lainnya tidak bermasuk fiqih.[2]
Hal tersebut menunjukkan bahwa fiqih
bersifat ijtihadi dan zhanni. Pada perkembangan selanjutnya,
istilah fiqih sering dirangkaikan dengan kata al-Islami sehingga
terangkai al-Fiqih Al-Islami, yang sering diterjemahkan dengan hukum Islam
yang memiliki cakupan sangat luas. Pada perkembangan selanjutnya,
ulama fiqih membagi menjadi beberapa bidang, diantaranya Fiqih Muamalah.
2.
Muamalah
Menurut etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata ’amala yang
artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.[3]
Muamalah ialah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara
sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya,tanpa memandang agama
atau asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan,
perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dan lain-lain.
Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita
temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata
pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang
diharamkan.
Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam
sekitarnya dapat kita jumpai seperti larangan mengganggu, merusak dan
membinasakan hewan, tumbuhan atau yang lainnya tanpa adanya suatu alasan yang
dibenarkan oleh agama, perintah kepada manusia agar mengadakan penelitian dan
pemikiran tentang keadaan alam semesta.
Dari uraian diatas telah kita ketahui bahwa muamalah mempunyai
ruang lingkup yang luas, yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama,
politik, ekonomi, pendidikan serta sosial-budaya.[4] Firman
Allah dalam surat an Nahl: 89
t$uZø9¨tRur... øn=tã
|=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï?
Èe@ä3Ïj9
&äóÓx«
Yèdur ZpyJômuur
3uô³ç0ur
tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya: “ Kami turunkan kepadamu al Qur’an untuk menerangkan segala
sesuatu, untuk petunjuk dan rahmat serta berita gembira bagi orang-orang
islam.”(QS.An-Nahl: 89)
3.
Fiqih Muamalah
Pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi
dua:
a.
Fiqih
muamalah dalam arti luas
§
Menurut
Ad-Dimyati, fiqih muamalah adalah
التحصيل الدنيوى
ليكون سببا للأخر
§
Menurut
pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai kegiatan
perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan,
proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, bahkan soal distribusi harta
waris.[6]
§
Menurut
pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan
perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan kepentingan
material yang saling menguntungkan satu sama lain.[7]
Berdasarkan pemikiran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh
muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha
memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan jasa
penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang
dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci.[8]
Aturan-aturan Allah ini ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia
dalam urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.
Manusia kapanpun dan dimanapun harus senantiasa mengikuti aturan yang telah
ditetapkan Allah sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala
aktifitas manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Dalam
Islam tidak ada pemisahan antara amal perbuatan dunia dan amal akhirat, sebab
sekecil apapun aktifitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah
SWT agar kelak selamat di akhirat.[9]
b.
Fiqih
muamalah dalam arti sempit:
§
Menurut
Hudhari Beik, muamalah adalah
المعاملات جميع العقود
“semua akad
yang membolehkan manusia saling menukar manfaat”.
§
Menurut
Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dalam usahanya mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang
paling baik.
Jadi pengertian Fiqih muamalah dalam arti sempit lebih menekankan
pada keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk
mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola,
dan mengembangkan mal (harta benda).[10]
Ciri utama fiqih muamalah adalah adanya kepentingan keuntungan
material dalam proses akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqh ibadah yang
dilakukan semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa ada
tendensi kepentingan material.
Tujuannya adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang
mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang
lain dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan hidup
mereka.[11]
Perbedaan mendasar pengertian fiqih muamalah dalam arti sempit
dengan pengertian dalam arti luas adalah dalam cakupannya. Muamalah dalam arti
luas mencakup masalah waris, misalnya, padahal masalah waris dewasa ini telah
diatur dalam displin ilmu tersendiri, yaitu dalam fiqih mawaris (tirkah).
Karena masalah waris telah diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, maka dalam
muamalah arti sempit tidak termasuk di dalamnya.
Sedangkan persamaan pengertian fiqih muamalah dalam arti sempit
dan luas ialah sama-sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
kaitannya dengan pemutaran harta.[12]
B. Pembagian Fiqih Muamalah
Menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dalam arti luas dibagi menjadi
lima bagian:
1.
Muawadhah
Maliyah (Hukum Perbendaan)
2.
Munakahat
(Hukum Perkawinan)
3.
Muhasanat
(Hukum Acara)
4.
Amanat
dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
5.
Tirkah
(Hukum Peninggalan)
Dari pembagian diatas, yang merupakan disiplin ilmu tersendiri
adalah munakahat dan tirkah. Sedangkan menurut Al-Fikri
dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-Adabiyah membagi
Fiqh Muamalah menjadi dua bagian:
1.
Al-Muamalah
Al-Madiyah
Al-Muamalah Al-Madiyah adalah
muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat
bahwa Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram,
dan syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang
menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua
aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al- bai’ (jual
beli) tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh
lebih dari itu, yakni untuk memperoloh ridha Allah SWT. Jadi kita harus
menuruti tata cara jual beli yang telah ditentukan oleh syara’.
2.
Al-Muamalah
Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah
muamalah ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda, yang sumbernya dari
pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban,
seperti jujur, hasut, iri, dendam, dll. Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah
aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya) yang berkisar
pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul, dusta, dll.
Pada prakteknya, Al-Muamalah Al-Madiyah
dan Al-Muamalah Al-Adabiyah tidak dapat dipisahkan. Dengan
demikian, pembagian di atas hanyalah sebuah teori saja.[13]
C. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
Ruang lingkup fiqih muamalah terbagi menjadi dua:
1.
Al-Muamalah
Al-Adabiyah. Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling
meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban,
kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari
indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2.
Al-Muamalah
Al-Madiyah
Termasuk dalam ruang lingkup Al-Muamalah
Al-Madiyah:
1) Jual beli (bai’)
2) Gadai (rahn)
3) Jaminan/ tanggungan (kafalah)
4) Pemindahan utang (hiwalah)
5) Jatuh bangkit (taflis)
6) Batas bertindak (hajru)
7) Perseroan atau perkongsian (syirkah)
8) Perseroan harta dan tenaga (mudharabah)
9) Sewa menyewa tanah (musaqah, mukhabarah)
10) Upah (ujrah)
11) Gugatan (syuf’ah)
12) Sayembara (ji’alah)
13) Pembagian kekayaan bersama (qisamah)
14) Pemberian (hibbah)
15) Pembebasan (ibra’), damai (shulhu)
16) Beberapa masalah mu’ashirah, seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.[14]
17) Pembagian hasil pertanian (musaqah)
18) Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
19) Pembelian barang lewat pemesanan (salam)
20) Kerjasama
dengan pembari modal (mudlarabah)
21) Pinjaman barang (‘ariyah)
22) Sewa menyewa (ijarah)
23) Penitipan barang (wadi’ah)
Peluang ijtihad dalam aspek tersebut diatas harus tetap terbuka,
agar hukum Islam senantiasa dapat memberi kejelasan normatif kepada masyarakat
sebagai pelaku-pelaku ekonomi.[15]
D. Hubungan Fiqih Muamalah dengan Fiqih Lainnya
Para ulama fiqh telah mencoba mengadakan pembidangan
ilmu fiqh, namun di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam
pembidangannya. Disini hanya akan dikemukakan pendapat yang
membaginya menjadi dua bagian besar, yaitu :
1) Ibadah, yakni segala perbuatan yang dikerjakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT, seperti : shalat, puasa, zakat, haji, dan jihad.
2) Muamalah, yakni segala persoalan yang berkaitan dengan urusan-urusan
dunia.
Menurut Ibn Abidin yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy,
pembagian fiqh dalam garis besarnya terbagi tiga, yaitu :
1) Ibadah, bagian ini melengkapi lima persoalan pokok yaitu : shalat,
zakat, puasa, haji, dan jihad.
2) Muamalah, bagian ini terdiri dari : mu’awadhah maliyah,
munakahat, mukhashamat,dan tirkah (harta peningglan)
3) ‘Uqubat, bagian ini terdiri dari : qishash, had pencurian,
had zina, had menuduh zina, takzir, tindakan terhadap pemberontak, dan
pembegal.
Ada juga yang membagi fiqih menjadi empat bagian yaitu:
1) Ibadah
2) Muamalah
3) Munakahat
4) ‘Uqubat
Di antara Pembagian di atas, pembagian pertama lebih banyak
disepakati oleh para ulama. Hanya, maksud dari Muamalah di atas ialah Muamalah
dalam arti luas yang mencakup bidang-bidang fiqh lainnya. Dengan
demikian, muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqh secara
umum. Adapun fiqh muamalah dalam arti sempit merupakan bagian
dari fiqh muamalah dalam arti luas yang setara dengan
bidang fiqh di bawah cakupan arti fiqh secara luas.[16]
E.
Manfaat Mempelajari Fiqih Muamalah
Kegunaan/manfaat Ilmu Fiqh itu sendiri di dalam mukadimahal-Iqna’
karangan asy-Syarbaini al-Khathib disebutkan bahwa fungsi ilmu Fiqh adalah
untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, namun jika boleh
menambahkan penjelasan di sini, alangkah lebih tepatnya jika ditambahkan “untuk
menghindari kesalahan dalam melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi
larangan-Nya”, dengan kata lain Ilmu Fiqh mempunyai kegunaan, yaitu agar
kehidupan seorang mukmin berjalan dengan benar sesuai yang dituntut oleh Allah
swt. Dengan demikian fungsi akan selaras dengan tujuan.
Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan
kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk memperhatikan
semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur. Manakala fiqih
Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan kepada para
hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya
kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek
tersebut dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.[17]
Fiqih muamalah merupakan bagian dari ilmu fiqih yang berkenaan
dengan ibadah hubungannya antar manusia. Hukum mempelajari fiqih mu’malah
adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena setiap aktifitas
manusia tidaka lepas dari aspek ini oleh karena itu wajib hukum nya mempelajari
fiqih mu’malah sebagaimana ungkapan Husein Shahattah dalam kitab Iltizam bi
dhawabith As-Syar’iyyah Fil Mu’amalt Maliyah “Fiqh muamalah ekonomi, menduduki
posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada manusia yang tidak terlibat
dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu)
bagi setiap muslim.
Oleh karena itu, muamalah adalah sesuatu hal yang penting. Dengan
mempelajari fiqih muamalah bermanfaat bagi setiap muslim dalam beraktifitas
khususnya dalam bidang perekonomiam agar mampu menerapkan atauran-aturan Allah
dalam rangka memperoleh, mengembangkan dan memanfaatkan harta, sehingga
kebahagiaan dunia dan akhirat akan tercapai sebagaimana tujuan muslim pada
umumnya yang senantiasa memohon doa tersebut kepada Allah.[18]
[1] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah,(Bandung :
Pustaka Setia),2011, hlm. 18-19
(Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 13
[2] Jalaluddin al-Mahalli, Syarh
al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh, (Surabaya: Syirkah Nur Asia, tt), hlm. 3
[5] Ad-Dimyati, Ianah
ath-Thalibin, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 2
[6] Abdul Majid, Pokok-pokok
Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, (Bandung: IAIN SGD, 1986),
hlm. 1
[7] Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), 70-71
[8] Ibid
[10] Ibid
[12] Hendi Suhendi, Fiqih
Muamalah (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 3
[14] Ibid, 18
[17]
Moh. Faizin, http://mohfaizinitueachiko.blogspot.com/2012/05/memahami-fungsi- dan-kegunaan.html
[18]
Ifa Ratnasari, http://fara-cantika.blogspot.com/2012/04/daftar-isi-bab-ipendahuluan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar